Senin, 10 Desember 2012

ulumul qur'an







TAFSIR, TA’WIL, dan TARJAMAH AL- QUR’AN
Makalah Ini Disampaikan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ULUMUL QUR’AN







Dosen Pengampu :
Dra. Hj. Lilik Noer CHolidah, M. Hi.




OLEH:
FACHRIAL LAILATUL MAGHFIROH




PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA ISLAM (STAI-BA)
TAHUN AKADEMIK 2011/ 2012



 

BAB 1
PENDAHULUAN

Al- quran adalah wahyu islam dan islam adalah agama Allah yang di fardlukan. Pengetahuan tentang pokok-pokok dan dasar-dasar islam tidak akan tercapai jika al- quran itu dipahami dengan bahasanya. Maka arus penaklukan islam pun mengembang kepada bahasa- bahasa lain non arab, sehingga bahasa- bahasa itu di arabkan dengan islam. Adalah suatu kewajiban bagi setiap orang bagi setiap orang yang masuk ke dalam naungan agama baru ini, untuk menyambutnya dalam bahasa kitabnya secara lahir dan batin sehingga ia dapat menjalankan kewajiban- kewajibanya, dan terjemahan quran tidak diperlukan lagi baginya selama quran itu telah diterjemahkan bahasa dan kearabannya menjadi keimanan dan keislaman.
Quranul karim adalah sumber tasyri’ pertama bagi umat Muhammad. Dan kebahagian mereka tergantung pada pemahaman ma’nanya, pengetahuan rahasia- rahasianya dan pengalaman apa yang terkandung di dalamnya. Kemampuan setiap orang dalam memahami lafadz dan ungkapan quran tidaklah sama, padahal penjelasannya sedemikian gamblang dan ayat- ayatnya pun sedemikian rinci. Maka tidaklah mengherankan jika Quran mendapatkan perhatian besar dari umatnya melalui pengkajian intensif terutama dalam rangka menafsirkan kata- kata ghorib ( aneh, ganjil ) atau mentakwilkan tarkib ( susunan kalimat ).    



BAB 11
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Tafsir, Ta’wi, dan Tarjamah
A.1. Tafsir
Secara etimologi kata tafsir dalam bahasa arab berarti al-idlah (penjelasan) atau al-tabyin (keterangan).[1] Kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau uraian.[2] Al-jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut pengertian bahasa adalah al-kasyf wa al-izhar yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan.[3] Tafsir secara bahasa mengikuti wazan ”taf’il”, berasal dari akar kata al-fasr (f, s, r) yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakan atau menerangkan makna yang abstrak. Dalam lisanul ’arab dinyatakan: kata ”al-fasr” berarti menyingkapi sesuatu yang tertutup, sedang kata ”at-tarsir” berarti menyingkapi maksud sesuatu lafaz yang musykil, pelik.[4] Sebagian ulama’ ada yang mengatakan, bahwa kata tafsir adalah kata kerja terbalik dari kata safara yang juga dapat berarti menyingkapkan.[5]
 Secara bahasa kata Tafsir ( تفســير ) berasal dari kata فَسَّرَ yang mengandung arti: menjelaskan, menyingkap dan menampak-kan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata الفســر berarti menyingkapkan sesuatu yang tertutup.[6]
Menurut istilah, Tafsir berarti Ilmu untuk mengetahui kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammas Saw. dan penjelasan maknanya serta pengambilan hukum dan makna-maknanya.[7] Tafsir adalah Ilmu yang membahas tentang Al-Quranul-Kariem dari segi pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia.[8]
Adapun tentang pengertian tafsir berdasarkan istilah, para ulama banyak memberikan komentar antara lain sebagai berikut :
  1. Menrut Al-Kilabi
Tafsir adalah penjelasan Al-Qur’an dengan menerangkan makna dari tujuan (isyarat).
2.      Menurut Syekh Al-Jazari
Tafsir adalah hakekatnya menjelaskan lafazh yang sukar difahami dengan jalan mengemukakan salah satu lafazh yang bersinonim (mendekati) dengan lafazh tersebut
3.      Menurut abu Hayyan
Tafsir adalah ilmu yang mengenai cara pengucapan lafazh Al-Qur’an serta cara mengungkapkan petunjuk kandungan hukum dan makna yang terkandung didalamnya.
4.      Menurut Az-Zarkasyi
Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna Al-Qur’an yang diturunkan pada pada nabi Muhammad SAW, serta mengumpulkan kandungan dan hukum dan hikmahnya.
Berdasarkan beberapa rumusan tafsir yang dikemukakan para ulama tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa tafsir adalah suatu hasil yang tanggapan dan penalaran manusia untuk menyikapi nilai-nilai samawi yang terdapt didalam Al-Qur’an.
A.2. Ta’wil
Secara etimologi, menurut sebagian ulama’, kata ta’wil memiliki makna yang sama dengan tafsir, yakni ”menerangkan” dan ”menjelaskan”.[9] Ta’wil berasal dari kata ”aul ”. Kata tersebut dapat berarti: pertama, al-ruju’ (kembali, mengembalikan) yakni, mengembalikan makna pada proporsi yang sesungguhnya. Kedua, al-shaf (memalingkan) yakni memalingkan suatu lafal yang mempunyai sifat khusus dari makna lahir kepada makna batin lafal itu sendiri karena ada ketepatan atau kecocokan dan keserasian dengan maksud yang dituju. Ketiga, al-siyasah (mensiasati) yakni, bahwa lafal-lafal atau kalimat-kalimat tertentu yang mempunyai sifat khusus memerlukan ”siasat” yang tepat untuk menemukan makna yang dimaksud. Untuk itu diperlukan ilmu yang luas dan mendalam.[10]
Adapun mengenai arti takwil menurut istilah banyak para ulama memberikan pendapatnya antara lain sebagai berikut ini :
  1. Menurut Al-Jurzzani
Memalingkan suatu lafazh dari makna d’zamirnya terhadap makna yang dikandungnya apabila makna alternative yang dipandang sesuai dengan ketentuan Al-kitab dan As-sunnah.
2.      Menurut defenisi lain
Takwil adalah mengenbalikan sesuatu kepada ghayahnya (tujuannya) yakni menerangkan apa yang dimaksud.
3.      Menurut Ulama Salaf
1). Menafsirkan dan mejelaskan makna suatu ungkapan baik yang bersesuaian dengan makna ataupun bertentangan.
2). Hakekat yang sebenarnya yang dikehendaki suatu ungkapan.
4.      Menurut Khalaf
Mengalihkan suatu lafazh dari maknanya yang rajin kepada makna yang marjun karena ada indikasi untuk itu.
Pengertian takwil menurut istilah adalah suatu usaha untuk memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan pemahaman arti yang dikandung oleh lafazh itu.
A.3. Tarjamah
Arti terjemah menurut bahasa adalah salinan dari suatu bahasa kebahasa lain atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa kebahasa lain.[11] Menurut muhammad husayn al-Dzahabi, salah seorang pakar dan ahli ilmu al-Qur’an dari Universitas Azhar, Kairo, Mesir, kata tarjamah lazim digunakan untuk dua macam pengertian, yaitu:
a).Mengalihkan atau memindahkan suatu pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa lainnya tanpa menerangkan makna dari bahasa asal yang diterjemahkan.
b).Menafsirkan suatu pembicaraan dengan menerangkan maksud yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan bahasa yang lain.
Arti terjemah menurut bahasa adalah susunan dari suatu bahasa kebahasa atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa lain kesuatu bahasa lain.
Secara terminologi kata ”terjemah” dapat dipergunakan pada dua arti:
1)Terjemah harfiyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama
2)Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.[12]
B.     Perbedaan Tafsir, Ta’wil, dan Tarjamah
B.1. Perbedaan Tafsir dan Tarjamah
a)Bahasa tafsir dalam prakteknya selalu terdapat keterkaitan dengan bahasa aslinya. Selain itu, dalam tafsir tidak terjadi peralihan bahasa, sebagaimana lazimnya dalam terjemah. Pada terjemah yang terjadi atau dilakukan adalah peralihan bahasa, yakni dari bahasa pertama atau yang asli ke bahasa kedua atau terjemah.
b)Dalam tafsir yang diutamakan adalah menyampaikan penjelasan dan pesan dari bahasa aslinya yang pertama. Sedangkan pada terjemah tidak terdapat istithrad, yakni memperluas uraian melebihi kadar mencari padanan kata. Dalam terjemah terutama harfiah, makna yang diungkap tidak lebih dari sekedar mengganti bahasa.
c)Dalam bahasa tafsir yang menjadi pokok perhatian adalah tercapainya penjelasan tepat sasaran baik secara global maupun secara terinci. Tidak demikian halnya dengan terjemah. Ia pada lazimnya mengandung tuntutan terpenuhinya semua makna yang dikehendaki oleh bahasa pertama.[13]
Dengan memperhatikan pernyataan-pernyataan di atas, maka dapat dikatakan bahwa antara tafsir dengan terjemah (baik tafsiriyah maupun harfiyah) tersdapat perbedaan yang cukup jelas. Khusus dalam hubungannya dengan upaya pemahaman terhadap kandungan al-Qur’an, keterangan melalui terjemahnya tentu tidak akan dapat memberikan kejelasan yang memadai.[14]
B.2. Perbedaan tafsir dengan ta’wil
mengenai perbedaan tafsir dan ta’wil tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:[15]
Tafsir
•Pemakaiannya banyak terdapat pada lafal-lafal dan leksikologi (mufradat).
•Jelas diterangkan dalam al-Qur’an dan hadits-hadits shahih.
•Banyak berhubungan dengan riwayat.
•Digunakan dalam ayat-ayat muhkamat (jelas, terang).
•Bersifat menerangkan petunjuk yang dikehendaki.
Ta’wil
•Penggunaannya lebih banyak pada makna-makna dan susunan kalimanat.
•Kebanyakan diistimbatkan oleh para ’ulama.
•Lebih banyak berhubungan dengan dirayah (nalar, aqliy).
•Digunakan dalam ayat-ayat mustasyibihat (samar, samar tidak jelas).
•Menerangkan hakikat yang dikehendaki.
C.    Klasifikasi Tafsir bi al- Ma’tsur dan bi al- Ro’yi
C.1. Tafsir bi al-Ma’tsur
Tafsir bi al-ma’tsur meruakan istilah lain dari tafsir bi al-riwayah dan atau tafsir bi al-mangul.[16] Tafsir bi al-ma’tsur yaitu menafsirkan Qur’an dengan Qur’an, dengan sunnah karena berfungsi menjelaskan kitabullah.[17] Ada empat otoritas yang menjadi sumber penafsiran bi al-ma’tsur.
Pertama, al-Qur’an sendiri yang dipandang sebagai penafsiran terbaik terhadap al-Qur’an. Umpamanya, penafsiaran kata muttaqin pada surat al-Imran (3) ayat 133 dengan menggunakan kandungan ayat berikutnya.
Kedua, hadist nabi yang me,amg berfungsi sebagai penjelas (mubayyin) al-Qur’an. Umpamanya, penafsiran nabi terhadap kata ’al-zulm’ pada surat al-An’am (6).
Ketiga, penjelasan sahabat yang dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui al-Qur’an. Umpamanya, penafsiran ibnu Abbas (68/687) terhadap kandungan surat An-nashr dengan kedekatan waktu kewafatan nabi.
Keempat, penjelasan Tabi’in yang dianggap sebagai orang yang bertemu langsung dengan sahabat.[18]
C.2. Tafsir bi al-Ra’yi
Tafsir bi al-ra’yi ialah tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya mufasir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbat) yang didasarkan pada ra’yu semata. Tidak termasuk ini pemahaman (terhadap Qur’an) yang sesuai dengan roh syari’at dan bukti-bukti akan membawa penyimpangan terhadap Kitabullah.
Menafsirkan Qur’an dengan ra’yu dan ijtihad semata tanpa ada dasar yang sahih adalah haram, tidak boleh dilakukan. Allah berfirman:
”dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (al-Isra’ [17]:36).
Oleh karena itu, golongan salaf berkeberatan, enggan, untuk menafsirkan Qur’an dengan sesuatu yang tidak mereka ketahui.[19]

D.Hukum Tafsir bi al-Ma’tsur dan Tafsir bi ar-Ra’yi
D.1. Hukum Tafsir bi al-Ma’tsur
Tafsir Bi Al-Ma’tsur wajib untuk mengikuti dan diambil karena terjaga dari penyelewengan makna kitabullah.
D.2. Hukum Tafsir bi ar-Ra’yi
Tafsir banyak dilakukan oleh ahli bid’ah yang menyakini pemikiran tertentu kemudian membawa lafazh-lafazh Al-Qur’an kepada pemikiran mereka tanpa ada pendahuluan dari kalangan sahabat. Tafsir berlandaskan pokok-pokok pemikiran mereka yang sesat, sering penafsiran Al-Qur’an dianggap dengan akal semata, maka hukumnya adalah haram sebagai mana firman Allah:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (Q.S. Al-Isro’ : 36)
Dari uraian yang telah dijelaskan diatas bahwa tafsir, takwil dan terjemah banyak mengandung pengertian dari para ulama berdasarkan tujuan dari tafsir, takwil dan terjemah adalah sebagai penjelasan yang terkandung dalam Al-qur’an.



BAB 111
KESIMPULAN

Tafsir adalah penjelasan terhadap makna lahiriah dari ayat Alquran yang penegrtiannya secara tegas menyatakan maksud yang dikehendaki oleh Allah.
Ta’wil adalah pengertian yang tersirat yang diistimbathkan dari ayat Alquran berdasarkan alasan-alasan tertentu. 
Tarjamah ada 2, yaitu: tarjamah lahiriyah dan tarjamah tafsiriyah.
Perbedaan tafsir, ta’wil, dan tarjamah:
Adapun perbedaan tafsir, takwil dan terjemah, yaitu:
1.      Tafsir.
Menerangkan makna lafazh yang telah diterima selama satu hari, selain itu juga menetapkan apa yang dikehendaki ayat yang dikehendaki Allah SWT.
2.      Takwil
- Menetapkan makna yang dikehendaki suatu lafazh yang dapat menerima banyak makna karena didukung oleh dalil.
- Mengoleksi salah satu makna yang mungkin diterima oleh suatu ayat tanpa menyakinkan bahwa itulah yang dikehendaki Allah SWT serta menafsirkan batin lafazh.
3.      Terjemah
Mengalihkan bahasa Al-Qur’an yang berasal dari bahasa arab kedalam bahasa non arab.
Klasifikasi tafsir bi al- ma’stur dan tafsir bi ar-ro’yi:
1.      Tafsir bi al- ma’stur
-          al-Qur’an sendiri yang dipandang sebagai penafsiran terbaik terhadap al-Qur’an.
-          hadist nabi yang me,amg berfungsi sebagai penjelas (mubayyin) al-Qur’an.
-          penjelasan sahabat yang dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui al-Qur’an.
-          penjelasan Tabi’in yang dianggap sebagai orang yang bertemu langsung dengan sahabat.
2.      Tafsir bi ar- ro’yi
Tafsir bi al-ra’yi ialah tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya mufasir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbat) yang didasarkan pada ra’yu semata.
Hukum tafsir bi al- ma’stur dan tafsir bi ar- ro’yi.
Tafsir Bi Al-Ma’tsur wajib untuk mengikuti dan diambil karena terjaga dari penyelewengan makna kitabullah.
Tafsir berlandaskan pokok-pokok pemikiran mereka yang sesat, sering penafsiran Al-Qur’an dianggap dengan akal semata, maka hukumnya adalah haram.



DAFTAR PUSTAKA

Ali al-Shabuniy, Muhammad. 1970. al-Tibyan fi ‘ulumul al-Qur’an. Beirut: Dar al-Irsyad.
Rosihon Anwar. 2000. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
Al-jurjani, al-Ta’rifat, ath-Thaba’ah wa an-Nasyr wa at-Tauzi, Jeddah
Manna Khalil al-Qattan. Mudzakir. 2009. Studi Ilmi-Ilmu Qur’an. Bogor: Pustaka Litera Antarnusa.
Usman. 2009. Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Teras.
Muhammad Ali al-Shabuniy. 1970. al-Tibyan fi ‘ulumul al-Qur’an. Beirut: Dar al-Irsyad.
Poerwadarminta. 1984. Kamus Unun Bahasa Indonesia. jakarta: PN Balai Pustaka.
http://makalah-perkuliah.bTafsir, Ta’wil dan Tarjamah logspot.com/2010/12/tafsir-tawil-dan-terjemah-quran.html
http://hanumsyafa.wordpress.com/category/ulumul-quran.html





      








[1] Muhammad Ali al-Shabuniy, al-Tibyan fi ‘ulumul al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Irsyad, 1970), h. 37
[2] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 209
[3] Al-jurjani, al-Ta’rifat, ath-Thaba’ah wa an-Nasyr wa at-Tauzi, jeddah, t.t, h. 63
[4] Manna Khalil al-Qattan, mudzakir, Studi Ilmi-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2009, cet.12), h. 455
[5]Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 311
[6] Al-Qaththan,2007: 455
[7] Az-Zarkasyi, 1972: I, 13
[8] As-Shabuni, 1985: 66
[9] Muhammad Ali al-Shabuniy, al-Tibyan fi ‘ulumul al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Irsyad, 1970), h. 74
[10] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 317

[11] Poerwadarminta, Kamus Unun Bahasa Indonesia, (jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), h. 1062
[12] Manna Khalil al-Qattan, mudzakir, Studi Ilmi-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2009, cet.12), h.443
[13] Ibid., h. 334
[14] Ibid., h. 337
[15] Ibid., h. 334

[16] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 338
[17] Manna Khalil al-Qattan, mudzakir, Studi Ilmi-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2009, cet.12), h. 483
[18] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 217
[18]Manna Khalil al-Qattan, mudzakir, Studi Ilmi-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2009, cet.12), h. 488-489



Tidak ada komentar:

Posting Komentar