Selasa, 28 Mei 2013

Fiqih Ibadah Thaharah



BAB I
PENDAHULUAN

Ibadah secara bahasa berarti taat, tunduk, hinna dan pengabdian. Ibadah secara bahasa artinya ibadah sebagai puncak ketaatan dan ketundukan yang didalamnya terdapat unsure cinta (al-hubb).
Ditinjau dari segi ruang lingkupnya, ibadah dibagi menjadi dua bagian:
1. Ibadah khashsah (ibadah khusus), yaitu ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti : thaharah, shalat, zakat, dan semacamnya.
2.  Ibadah amah (ibadah umum), yaitu semua perbuatan baik yang dilakuakan dengan niat karena Allah SWT semata, misalnya: berdakwah, melakuakan amar ma’ruf nahi munkar di berbagai bidang, menuntut ilmu, bekerja, rekreasi, dan lain-lain yang semuanya itu diniatkan semata-mata karena Allah SWT dan ingin mendekatkan diri kepada-Nya.
Fiqih secara bahasa dapat diartikan al- Ilm, artinya ilmu, dan al- Fahm, artinya pemahaman. Jadi fiqih dapt diartikan ilmu yang mendalam.
Secara istilah fiqih adalah ilmu yang menerangkan tentang hokum- hokum syar’I yang berkaitan dengan perbuatan- perbuatan para mukalaf yang di keluarkan dalil- dalilnya yang terperinci.
Dari dua pengertian tersebut jika digabungkan, maka fiqih ibadah adalah ilmu yang menerangkan tentang dasar- dasar hokum- hokum syar’I khususnya dalam ibadah khas seperti thaharah, sholat, zakat, shaum, haji, kurban, aqiqah, dan sebaginya yang kesemuannya itu di tunjukan sebagai rasa bentuk ketundukan dan harapan untuk mencapai ridho Allah. [1]




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Thaharah, Najis, dan Hadats
Secara bahasa, thahara berarti suci dan bersih, baik itu suci dari kotoran lahir maupun dari kotoran batin berupa sifat dan perbuatan tercela.
Menurut istilah, thaharah adalah mensucikan diri dari najis dan hadats yang menghalangi shalat dan ibadah-ibadah sejenisnya dengan air atau tanah, atau batu. Penyucian diri di sini tidak terbatas pada badan saja tetapi juga termasuk pakaian dan tempat.
Hokum thaharah (bersuci) adalah wajib, khususnya bagi orang yang akan melaksanakan shalat.
Hadas menurut bahasa artinya berlaku atau terjadi. Menurut istilah, hadas adalah sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau membersihkan diri sehingga sah untuk melaksanakan ibadah. Berkaitan dengan hal ini Nabi Muhammad saw, bersabda :
قال رسول الله صلّى الله عليه و سلّم لا يقبل الله صلاة احدكم اذا حدث حتّى يتوضّاء  (متفق عليه)
Artinya : “Rasulullah saw, telah bersabda : Allah tidak akan menerima salat seseorang dari kamu jika berhadas sehingga lebih dahulu berwudu.” (HR Mutafaq Alaih)
  …. وان كنتم جنبا فاطهروا ….
Artinya : “Dan jika kamu junub, maka mandilah kamu.” [2]
Ayat dan hadist diatas menjelaskan bahwa bersuci untuk menghilangkan hadas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu berwudu dan mandi.
Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan menurut istilah adalah sesuatu yang dipandang kotor atau menjijikkan yang harus disucikan, karena menjadikan tidak sahnya melaksanakan suatu ibadah tertentu.
B.     Cara Bersuci dari Najis dan Hadats
1.      Cara bersuci dari Najis[3]
Macam-macam Najis dan Cara Mensucikannya
Berdasarkan berat dan ringannya, najis dibagi menjadi tiga macam. Najis tersebut adalah Mukhafafah, Najis Mutawasitah, dan Najis Muqalazah.
a.       Najis Mukhafafah
Najis mukhafafah adalah najis ringan. Yang tergolong najis mukhafafah yaitu air kencing bayi laki-laki yang berumur tidak lebih dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya.
Cara mensucikan najis mukhafafah cukup dengan mnegusapkan/ memercikkan air pada benda yang terkena najis.
b.      Najis Mutawasitah
Najis mutawasitah adalah najis sedang. Termasuk najis mutawasitah antara lain air kencing, darah, nanah, tina dan kotoran hewan. Najis mutawasitah terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Najis hukmiah adalah najis yang diyakini adanya, tetapi, zat, bau, warna dan rasanya tidak nyata. Misalnya air kencing yang telah mengering. Cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut.
2. Najis ainiyah adalah najis yang nyata zat, warna, rasa dan baunya. Cara mensucikannya dengan menyirkan air hingga hilang zat, warna, rasa dan baunya.
c.  Najis Mugalazah
     Najis mugalazah adalah najis berat, seperti najisnya anjing dan babi. Adapun cara mensucikannya ialah dengan menyiramkan air suci yang mensucikan air suci yang mensucikan (air mutlak) atau membasuh benda atau tempat yang terkena najis sampai tujuh kali. Kali yang pertama dicampur dengan tanah atau debu sehingga hilang zat, warna, rasa, dan baunya. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad saw :
قال النّبي صلّى الله عليه وسلّم طهور اناء احدكم اذا ولغ فيه الكلب ان يغسله سبع مرّات اولا هنّ بالتّراب ( رواه مسلم)
Artinya: “Nabi Muhammad saw bersabda: Sucinya tempat (perkakas) salah seorang dari kamu apabila telah dijilat anjing, hendaklah mensuci benda tersebut sampai tujuh kali, permulaan tujuh kali harus dengan tanah atau debu.”  (HR Muslim).
2.      Cara bersuci dari Hadats
Menurut fiqih, hadas dibagi menjadi dua yaitu :
a.       Hadas kecil
Hadas kecil adalah adanya sesuatu yag terjadi dan mengharuskan seseorang berwudu apabila hendak melaksanakan salat. Contoh hadas kecil adalah sebagai berikut :
1.      Keluarnya sesuatu dari kubul atau dubur.
2.      Tidur nyenyak dalam kondisi tidak duduk.
3.      Menyentuh kubul atau dubur dengan telapak tangan tanpa pembatas.
4.      Hilang akal karena sakit atau mabuk.
b.      Hadas besar
Hadas besar adalah sesuatu yang keluar atau terjadi sehingga mewajibkan mandi besar atau junub. Contoh-contoh terjadinya hadas besar adalah sebagai berikut :
1.      Bersetubuh (hubungan suami istri)
2.      Keluar mani, baik karena mimpi maupun hal lain
3.      Keluar darah haid
4.      Nifas
5.      Meninggal dunia
C.     Wudlu’, Tayamum, dan Mandi[4]
1.      Wudlu’
Dalil tentang wajibnya wudlu terdapat dalam QS. Al- Maidah/5:6
Rukun dan tata cara berwudlu menurut sunah rasul.
Yang dimaksud dengan rukun atau fardhu wudlu di sini adalah sesuatu yang wajib dikerjakan dalam berwudlu.
Dengan demikian tata cara berwudlu secara lengkap berdasarkan sunnah Rasul saw adalah sebagai berikut:
1.      Niat berwudlu karena Allah swt semata dengan mengucapkan  
bismillah.(HR. Nasa’i& Ibn Khuzaimah)
2.      Membasuh tangan tiga kali sambil menyela-nyelai jari-
jemarinya.
3.      Berkumur-kumur secara sempurna sambil memasukkan air ke
hidung kemudian kemudian menyemburkannya sebanyak tiga kali.
4.   Membasuh wajah tiga kali secara merata sambaial mengucek ujung
      bagian dalam kedua mata.
5.      Membasuh tangan kanan sampai siku tiga kali, kemudian tangan    
            kiri dengan cara yang sama.
 6.   Mengusap kepala sekaligus dengan telinga, cukup satu kali.
7.   Membasuh kaki kanan sampai duaaa mata kaki sambil menyela-
      nyelai jemari sebanyak tiga kali, kemudian kaki kiri dengan  
      gerakan yang sama
8.   Tertib, sesuai dengan keumuman lafal hadis: “ mulailah dengan  
       apa yang dimulai Allah” (HR. Imam Nasa’I, Ahmad dan
       Daraquthni).
9.    Setelah wudlu mengucapkan “ saya bersaksi bahwa tiada tuhan
       selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad itu hamba
       utusan-Nya.

Hal-hal yang membatalkan wudhu
1.      Keluarnya sesuatu dari dua lobang bawah yakni qubul dan qubur  
baik karena berhadast kecil maupun berhadast besar.
2.   Tidur nyenyak dalam keadaan berbaring
3.   Menyentuh kemaluan tanpa alas atau pembatas
4.   Hilang akal, seperti ; gila, pingsan atau mabuk
5.   Bersetubuh
2.      Tayamum
Tayamum dilakukan sebagai pengganti wudlu dan mandi besar bila ada halangan, seperti sakit atau ketiadaan air untuk bersuci.
Tata cara bertayamum berdasarkan QS.4.:443,QS.5:6
1.            Mengucap bismillah sambil meletakkan kedua telapak tangan di   
tanah kemudian meniup debu yang menempeldi kedua telapak tangan tersebut.
2.            Mengusapkan kedua telapak tangan kewajah satu kali, kemudian
langsung mengusapkan ke tangan kanan lalu kiri cukup sampai pergelangan telapak tangan, masing-masing satu kali.
Hal-hal yang membatalkan tayamum
1.      Semua hal yang membatalkan wudhu
2.      Menemukan air suci sebelum shalat
3.      Habis masa berlakunya.
3.      Mandi
Mandi atau biasa disebut mandi junub adalah membasahi seluruh badan dengan air suci.
Tata cara mandi
1.     Mencuci kedua tangan
2.     Mencuci kedua fajrin dengan tangan kiri
3.     Berwudhu seperti biasa untuk sholat
4.     Menyiram air ke kepala secara merata(keramas) sambil mengucek
        sampai dasar kulit kepala
5.     Menyiramkan air ke seluruh badan sampai merata yang dimulai
        dari kanan kemudian kiri.
D.    Alat- alat Bersuci
Alat untuk bersuci terdiri dari air, debu, dan batu atau benda padat lainnya.
1.       Air
1)        Air Mutlaq.
Yaitu air yang secara dzat / dzohirnya suci dan dapat dipergunakan untuk bersuci (suci mensucikan). Diantaranya adalah:
a)      Air hujan, salju atau es (hujan es), embun, mata air dan air sungai.
Alloh swt berfirman:
Artinya:"Dan Alloh menurunkan kepada kalian hujan dari langit untuk mensucikan kalian dengan hujan itu".[5]
Dari itu Alloh menurunkan air hujan dari langit kepada kalian agar dia sucikan kalian dengan air hujan itu dari hadats dan khobats.[6] Abu Huroiroh ra berkata tentang doa iftitah Rosululloh saw:
”اللَّهُمَّ باعِدْ بَيني وَبَيْنَ خَطايايَ كَما باعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّني مِنْ خَطايايَ كَما يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللّهُـمَّ اغْسِلْني مِنْ خَطايايَ، بِالثَّلْجِ وَالمـاءِ وَالْبَرَدِ“.
"Ya Alloh jauhkanlah antara aku dengan kesalahan-kesalahan sebagaimana engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Alloh sucikanlah aku dari segala kesalahan sebagaimana disucikannya baju putih dari kotoran. Ya Alloh cucilah kesalahanku dengan air, air salju dan air embun". (HR. Bukhori: 1/181 dan Muslim: 1/419)
b)      Air Laut
Abu Huroiroh ra berkata:
"seorang laki-laki bertanya kepada Rosululloh saw seraya berkata: ya Rosululloh, saya sedang brlayar dan hanya membawa sedikit air. Jika kami berwudhu memakai air minum itu, kami akan kehausan. Apakah kami boleh berwudhu dengan air laut? Rosululloh saw bersabda: laut itu suci airnya dan halal bangkainya". (HR. At-Tirmidzi: 63, ia berkata ini hadits hasan shohih)
c)      Air zamzam.
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ دَعَا بِسَجْلٍ مِنْ مَاءِ زَمْزَمٍ فَشَرِبَ مِنْهُ وَتَوَضَّأَ
Ali ra berkata:" sesungguhnya Rosululloh saw minta satu ketel air zamzam, lalu beliau meminumnya dan berwudhu dengannya".[7] d)      Air yang tercampur, karena telah lama tergenang pada suatu tempat atau karena bercampur dengan benda yang dapat merubah dzat air tersebut seperti air yang dipeuhi oleh lumut atau ganggang atau bercampur dengan daun-daun (yang membusuk).
2)       Air Must’mal.
Yaitu air sisa wudhu atau mandi. Air jenis ini hukumnya sama dengan hukum air mutlak yaitu suci mensucikan.
اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ فِيْ جَفْنَةٍ فَأَرَادَ رَسُوْلَ اللهِ أَنْ يَتَوَضَّأَ مِنْهُ فَقَالَتْ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّيْ كُنْتُ جُنُبًا فَقَالَ: "إِنَّ المَاءَ لَا يَجْنِبُ".
”sebagian isteri-isteri Nabi saw mandi disatu bak. Kemudian Nabi Muhammad saw hendak berwudhu dari air tersebut. Maka isterinya berkata:"Ya Rosulalloh saya tadi junub. Beliau menjawab: sesungguhnya air tidak menjadi junub". (HR. At-Tirmidzi: 65, ia berkata: ini hadits hasan shohih)
Hadits ini dijadikan dalil atas sucinya air musta’mal. Dan air tidak menjadi junub dengan mandinya orang junub dari air dikolam tersebut.
3)       Air yang bercampur dengan sesuatu yang suci
Seperti bercampur dengan sabun, minyak zaitun, za’faron, tepung dan sesuatu lainnya yang dapat merubah dzat air. Hukum air ini adalah suci selama masih dianggap sebagai air murni.
Dan apabila secara adat sudah tidak dapat dikatakan sebagai air maka ia pun tetap suci,  namun tidak dapat digunakan untuk bersuci.
Ummu Athiyah berkata:
دَخَلَ عَلَيْنَا النَّبِيِّ وَ نَحْنُ نَغْسِلُ ابْنَتَهُ فَقَالَ: اغْسِلْنَهَا ثَلَاثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ مِنْ ذَلِكَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ
"Nabi saw memasuki kami saat kami memandikan anak putrinya. Beliau bersabda: mandikanlah tiga kali, lima kali atau lebih jika dipandang perlu dengan campuran air dan daun bidara….". (HR. Bukhori : 1253 dan Muslim: 939)
4)       Air yang bercampur dengan sesuatu yang najis.
Hal ini masih mempunyai dua kemungkinan, yaitu:
a.       Jika najis tersebut merubah dzat (rasa, warna dan bau) air, maka airnya tidak dapat digunaka untuk thoharoh.
b.      Jika najis tersebut tidak merubah salah satu dari dzat air, sehingga secara adat pun air tersebut masih dianggap sebagai air, maka hukumnya suci mensucikan.
2.      Debu
3.      Batu atau benda padat lainnya selain tahi dan tulang.
E.     Hikmah Bersuci
1.      Amalan-amalan tertentu tidak diterima Allah tanpa bersuci
2.      Dapat menjauhkan diri daripada jangkitan penyakit.
3.      Kebersihan yang lahir juga akan membawa kepada kebersihan jiwa seseorang.
4.      Menunjukan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari-harinya karena kebersihan adalah sebagian dari iman.
5.      Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya, maupun lingkungannya, maka ia menunjukan cara hidup sehat dan disiplin. Kebersihan dapat mencerminkan peribadi seseorang.


BAB III
KESIMPULAN
Thaharah adalah mensucikan diri dari najis dan hadats yang menghalangi shalat dan ibadah-ibadah sejenisnya dengan air atau tanah, atau batu. Penyucian diri di sini tidak terbatas pada badan saja tetapi juga termasuk pakaian dan tempat.
 Hadast  adalah sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau membersihkan diri sehingga sah untuk melaksanakan ibadah.
Najis adalah sesuatu yang dipandang kotor atau menjijikkan yang harus disucikan, karena menjadikan tidak sahnya melaksanakan suatu ibadah tertentu.
Cara bersuci dari najis.
a.         Najis mukhafafah
Contoh: air kencing bayi laki-laki yang berumur tidak lebih dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya.
Cara mensucikan najis mukhafafah cukup dengan mnegusapkan/ memercikkan air pada benda yang terkena najis.
b.        Najis Mutawasitah
Contoh: air kencing, darah, nanah, tina dan kotoran hewan. Najis mutawasitah terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Najis hukmiah. Misalnya air kencing yang telah mengering. Cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut.
2. Najis ainiyah. Cara mensucikannya dengan menyirkan air hingga hilang zat, warna, rasa dan baunya.
c.  Najis Mugalazah
Contoh: najisnya anjing dan babi. Cara mensucikannya ialah dengan menyiramkan air suci yang mensucikan air suci yang mensucikan (air mutlak) atau membasuh benda atau tempat yang terkena najis sampai tujuh kali. Kali yang pertama dicampur dengan tanah atau debu sehingga hilang zat, warna, rasa, dan baunya.
Cara bersuci dari hadats
2.      Hadats kecil Sesuatu yag terjadi dan mengharuskan seseorang berwudu apabila hendak melaksanakan salat
3.      Hadats besar
Sesuatu yang keluar atau terjadi sehingga mewajibkan mandi besar atau junub.
Alat- alat bersuci: Air, debu, batu dan benda padat lainnya.
Hikmah bersuci:
1.      Amalan-amalan tertentu tidak diterima Allah tanpa bersuci
2.      Dapat menjauhkan diri daripada jangkitan penyakit.
3.      Kebersihan yang lahir juga akan membawa kepada kebersihan jiwa seseorang.
4.      Menunjukan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari-harinya karena kebersihan adalah sebagian dari iman.
5.      Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya, maupun lingkungannya, maka ia menunjukan cara hidup sehat dan disiplin.










DAFTAR PUSTAKA

Al- Qur’an Al- karim
Adusshomad, Muhyiddin, Fiqih Tradisionalis, Surabaya: Pustaka BAYAN Malang, 2005
Hasbi ash- Shiddieqy, Kuliah Ibadah
Rusyd, Ibn, Bidayah al- Mujtahid
Shahih Muslim bi Syarah An-Nawawi , penerbit Darul Khair, Damaskus – Beirut , cetakan pertama, th. 1414 H / 1994 M.



[1]Shobirin, Fiqih Madzhab Penguasa, Hal. 45-46
[2] Qs. Al- Maidah: 6
[3] Habsi ash- shiddieqy, Kuliah Ibadah, Hal.  120
[4] Ibn Rusydy, Bidayah Al- Mujtahid, Hal. 59
[5] Qs. Al- Anfaal: 11
[6] lihat Taisir Al-Aziz Ar-Rohman: 278
[7] lihat Irwaul Gholil: 13, shohih