Rabu, 26 Desember 2012

pendekatan normatif

BAB I
PENDAHULUAN

Agama bukan hanya sekedar lambang kesalehan umat atau topik dalam kitab suci umat beragama,namun secara konsepsional kehadiran agama semakin dituntut aktif untuk menunjukkan cara-cara paling efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia.
            Tuntutan yang demikian itu akan mudah dijawab oleh kita sebagai kalangan intelektual muslim dan siapa saja tatkala kita sebagai muslim memahami “agama kita sendiri”. Di mana dalam memahami agama kita sendiri itu terdapat beberapa pendekatan diantaranya pendekatan teologis normative. Dengan pendekatan- pendekatan tersebut secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan umat.
Adapun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu pengetahuan yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
            Tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut,agama akan menjadi sulit untuk difahami oleh masyarakat,tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama. Dengan adanya makalah ini menjelaskan salah satu pendekatan, yakni pendekatan teologis normative.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN TEOLOGI NORMATIF
Dalam kamus inggris Indonesia, kata teologi diartikan ilmu agama,[1] sedangkan dalam arti istilah teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang masalah ketuhanan, sifat-sifat wajibnya, sifat-sifat mustahilnya dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pmbuatanya.[2]
Dengan demikian teologi adalah istilah ilmu agama yang membahas ajaran ajaran dasar dari suatu agama atau suatu keyakinan yang tertanam dihati sanubari. Setiap orang yang ingin memahami seluk beluk agamanya, maka perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang diyakininya.
Adapun kata normatif berasal dari bahasa ingris norm yang berarti norma, ajaran, acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.[3] Sedangkan istilah normatif adalah prinsif prinsif atau pedoman pedoman yang menjadi petunjuk manusia pada umumnya untuk hidup bermasyarakat.
B.     PENDEKATAN TEOLOGIS DAN PENDEKATAN NORMATIF
1.      Pendekatan Teologis
Pendekatan teologis sering disebut juga sebagai perpektif timur,Pendekatan teologis berarti pendekatan kewahyuan atau pendekatan keyakinan peneliti itu sendiri.dimana agama tidak lain merupakan hak prerogatif tuhan sendiri.realitas sejati dari agama adalah sebagaimana yang dikatakan oleh masing-masing agama.[4] pendekatan seperti ini biasanya dilakukan dalam penelitian suatu agama untuk kepentingan agama yang diyakini peneliti tersebut untuk menambah pembenaran keyakinan terhadap agama yang dipeluknya itu.
Yang termasuk kedalam penelitian teologis ini adalah penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ulama-ulama,pendeta,rahib terhadap suatu subjek masalah dalam agama yang menjadi tanggung jawab mereka,baik disebabkan oleh adanya pertanyaan dari jamaah maupun dalam rangka penguatan dan mencari landasan yang akurat bagi suatu mazhab yang sudah ada.
Pendekatan teologis memahami agama secara harfiah atau pemahaman yang menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.[5]
Amin Abdullah dalam bukunya metodologi study islam mengatakan, bahwa teologi, seba­gaimana kita ketahui, tidak bisa tidak, pasti mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran-teologis.
2.      Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikit pun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama Islam misalnya, secara normative pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang social, agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi agama tampil menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran, dan saling menguntungkan. Untuk bidang ilmu pengetahuan, agama tampil men­dorong pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang setinggi-tingginya, menguasai keterampilan, keahlian dan sebagainya. Demi­kian pula untuk bidang kesehatan, lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebagainya agama tampil sangat ideal dan yang dibangun berdasarkan dalil­dalil yang terdapat dalam ajaran agama yang bersangkutan.[6]
Pendekatan teologis ini erat kaitanya dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajaranya yang pokok dan asli dari tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologi normatif ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlakdari tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan tempat bersikap ideal.
C.     CIRI- CIRI YANG MELEKAT
Pendekatan teologis normative ini mempunyai ciri- ciri yang malekat, yakni:
1.      Loyalitas terhadap sendiri
2.      Komitmen
3.      Dedikasi yang tinggai serta penggunaan bahasa yang bersifat subyektif yakni bahasa sebagai pelaku bukan sebagai pengamat.
Dapat diketahui bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau symbol- symbol keagamaan yang masing- masing bentuk forma atau symbol- symbol keagamaantersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lainnya salah. Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatic bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan paham yang lainnya salah, sehingga memandang paham orang lain keliru, sesat, kafir, murtad, dan seterusnya. Dalam kedaan demikian, maka terjadilah proses saling mengkafirkan, salah menyalahkan antara satu aliran dengan yang lainnya tidak terbuka dialog atau tidak saling menghargai. Yang ada hanyalah ketertutupan, sehingga terjadi pemisah dan tekotak –kotak.
Dengan  demikian, pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berpikir deduktif yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari tuhan sudah pasti benar, sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil- dalil dan argumentasi.  
D.    KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Pendekata teologis normative ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
1.      Kelebihan
Kelebihan dari pendekatan teologis normatif adalah melalui pendekatan ini seorang akan memiliki sikap mencintai dalam beragama yakni berpegang teguh kepada agama yang diyakininya sebagai yang bnar tanpa memandang dan meremehkan agama lain. Dengan pendekatan yang demikian seseorang akan memiliki sikap fanatis terhadap agama yang dianutnya.[7]
2.      Kekurangan
a.       Bersifat eksklusif
b.      Dogmatis
c.       Tidak mau mengakui kebenaran agama lain
Klasifikasi atau pembidangan ilmu-ilmu agama islam erat hubungannya dengan perkembangan islam dalam sejarah. Tidak bisa dipungkiri bahwa ajaran islam mengalami perkembangan dalam sejarah, sejak zaman Nabi Muhammad Saw sampai ke zaman kita sekarang, dan akan terus berkembang lagi pada masa depan.
Ajaran-ajaran islam tidak turun sekaligus begitu saja dari langit melainkan diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad Saw. Sesuai dengan perkembangan umat islam pada zaman beliau hidup. Alqur’an datang untuk meluruskan keyakinan manusia dengan membuat ajaran tauhid. Tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib tetap pada Nya. Sifat-sifat yang lebih disifatkan kepadaNya dan tentang sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari padaNya.
Sesungguhnya fitrah manusia tentang keyakinan tentang keEsaan Allah telah terbantuk.[8]










BAB III
KESIMPULAN

Pendekatan Teologis
Pendekatan teologis berarti pendekatan kewahyuan atau pendekatan keyakinan peneliti itu sendiri. pendekatan seperti ini biasanya dilakukan dalam penelitian suatu agama untuk kepentingan agama yang diyakini peneliti tersebut untuk menambah pembenaran keyakinan terhadap agama yang dipeluknya itu.
Sikap eksklusifisme (ketertutupan) teologis dalam memandang perbedaan dan pluralitas agama sebagaimana tersebut di atas tidak saja merugikan bagi agama lain,tetapi juga merugikan diri sendiri karena sikap semacam itu sesungguhnya mempersempit masuknya kebenaran-kebenaran baru yang bisa membuat hidup ini lebih lapang dan lebih kaya dengan nuansa.
Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif erat kaitannya dengan pendekatan teologis.pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
Cirri- cirri yang melekat: Loyalitas terhadap  kelompok sendiri, Komitmen, dan Dedikasi yang tinggai serta penggunaan bahasa yang bersifat subyektif yakni bahasa sebagai pelaku bukan sebagai pengamat.
Kelebihan pendekatan teologis normative adalah melalui pendekatan ini seorang akan memiliki sikap mencintai dalam beragama yakni berpegang teguh kepada agama yang diyakininya sebagai yang bnar tanpa memandang dan meremehkan agama lain. Dengan pendekatan yang demikian seseorang akan memiliki sikap fanatis terhadap agama yang dianutnya.
Kekurangan pendekatan teologis normative: Bersifat eksklusif, Dogmatis, dan Tidak mau mengakui kebenaran agama lain.


DAFTAR PUSTAKA

Echols, John M., 1979, kamus ingris Indonesia, Jakarta :gramedia.
Nata, Abudin, 2001, peta keragaman pemikiran islam di Indonesia, Jakarta : rajagrafindo.
Abdullah,  M.Amin, 2000, Metodologi study agama, yOgyakarta: pustaka belajar.
Nata, H.Abuddin, 2008, Metodologi study Islam, jakarta: Raja Grafindo.
Nasution, Khoirudin, 2009, pengantar studi islam, yogyakarta.













[1] John M.echols, kamus ingris Indonesia,(Jakarta :gramedia, 1979), cet VII, hlm 586.
[2] Abudin nata, peta keragaman pemikiran islam di Indonesia, (Jakarta :rajagrafindo, 2001), cet.2, hlm.28.
[3] John M,echols,. hlm.396.
[4] M.Amin Abdullah,Metodologi study agama(yOgyakarta,pustaka belajar,2000)hal 22.

[5] H.Abuddin nata,Metodologi study Islam(jakarta,Raja Grafindo,2008)hal 28
[6] H.Abuddin nata,Metodologi study Islam(jakarta,Raja Grafindo,2008)hal34

[7] Abudin, Nata, metodologi studi islam, hlm.34.
[8] Khoirudin, nasution, pengantar studi islam, (yogyakarta :2009).

Rabu, 12 Desember 2012

properti, pabrik, dan peralatan, aset tak berwujud

PROPERTI PABRIK PERALATAN
dan ASET  TAK BERWUJUD
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akuntansi Keuangan
Dosen Pengampu:
Arif Junaidi, M. E. I

stai-ba


Oleh :
              Fachrial Lailatul M.
                   Lola Monica
                 UlfatunNi’mah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BADRUS
(STAIBA)
PURWOASRI-KEDIRI
TAHUN AKADEMIK 2012/2013



BAB I
PENDAHULUAN

            Properti, bangunan pabrik dan peralatan adalah aktiva yang diharapkan dapat memberikan manfaat lebih dari satu tahun, digunakan di dalam bisnis, dan tidak untuk diperjual belikan. Maksud untuk menggunakan aktiva tersebutsebagai bagian dari operasi usaha klien dan kegunaan yang diharapkan lebih dari satu tahun itu adalah karakteristik penting yang membedakan aktiva-aktiva ini dari persediaan, biaya dibayar dimuka, dan investasi.
            Berdasarkan SPI 2007, aset tak berwujud adalah aset yang mewujudkan dirinya melalui properti-properti ekonomis dimana aset ini tidak mempunyai substansi fisik.
            Aset tak berwujud dikategorikan sebagai berikut:
1. Marketing-related intangible asset, contoh: trademark, tradename, brand, logo
2. Technology-related intangible asset, contoh: hak paten proses, hak paten aplikasi, dokumentasi teknis: catatan laboratorium, teknis know-how
3. Artistic-related intangible asset, contoh: literatur, copyright, komposisi musik, peta, engraving
4. Customer-related intangible asset, contoh: daftar pelanggan, kontrak pelanggan, hubungan pelanggan, open order pembelian
5. Contract-related intangible asset, contoh: kontrak pelanggan favorit, perjanjian lisensi, perjanjian franchise, perjanjian bukan kompetisi.
           Dengan ini kami memfokuskan mengenai pengakuan dan pengukuran awal, mengukur penyusutan, dan masalah akuntansi dalam properti, pabrik, dan peralatan dan aset tak berwujud.



PEMBAHASAN

A.    ASET TAK LANCAR
                        Aset tak lancar sering di sebut aset tetap atau aktiva tetap,sehingga aset tetap didefinisikan sebagai aset berwujud yang :Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa,untuk disewakan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administrative; dan Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
                        PSAK 16 (Revisi 2007) : Aset Tetap bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi aset tetap, agar pengguna laporan keuangan dapat memahami informasi mengenai investasi entitas pada aset tetap dan perubahan atas investasi tersebut. Isu utama dalam akuntansi aset tetap adalah pengakuan, penentuan jumlah tercatat, pembebanan penyusutan dan rugi penurunan nilai atas aset tetap.
B.     PENGAKUAN, PENGUKURAN AWAL PROPERTI, PABRIK, DAN PERALATAN DAN ASET TAK BERWUJUD
1.      Pengakuan Biaya Perolehan Awal Aset Tetap
PSAK 16 (Revisi 2007) menyatakan bahwa biaya perolehan aset tetap dapat diakui sebagai aset jika dan hanya jika:
1.    Besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset tersebut akan mengalir ke entitas; dan
2.    Biaya perolehan aset dapat diukur dengan handal
Dalam praktek sering terjadi kesulitan untuk menentukan biaya perolehan mana yang memenuhi kriteria pengakuan tersebut di atas. Hal ini disebabkan banyaknya item yang memenuhi salah satu criteria namun tidak memenuhi kriteria yang lain.
2.      Pengukuran Awal
Komponen Biaya Perolehan
Biaya perolehan aset tetap meliputi :
a.       Harga perolehan, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-potongan lain. Diskon yang dimaksud tidak termasuk diskon tunai (cash discount), yang merupakan diskon yang diperoleh karena pembeli membayar dalam periode diskon.
b.      Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen. Beberapa biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah :
-          Biaya imbalan kerja yang timbul secara langsung dari pembangunan atau akuisisi aset tetap
-          Biaya penyiapan lahan untuk pabrik
-          Biaya handling dan penyerahan awal
-          Biaya perakitan dan instalasi
-          Biaya pengujian aset apakah aset berfungsi dengan baik, setelah dikurangi hasil bersih sehubungan dengan pengujian tersebut.
-          Komisi professional
Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset tersebut diperoleh atau karena entitas menggunakan aset tersebut selama periode tertentu untuk tujuan selain menghasilkan persediaan. Entitas harus menerapkan PSAK 14 : Persediaanterhadap biaya-biaya yang terkait dengan kewajiban untuk membongkar, memindahkan dan merestorasi lokasi aset yang terjadi dalam suatu periode tertentu sebagai akibat dari pemakaian aset tersebut untuk menghasilkan persediaan selama periode tersebut. Biaya-biaya tersebut diukur dan diakui sebagai kewajiban sesuai dengan PSAK 57 (Revisi 2009) : Provisi, Kewajiban Kontinjen dan Aset Kontinjen.
C.     MENGUKUR PENYUSUTAN PROPERTI, PABRIK, DAN PERALATAN DAN ASET TAK BERWUJUD
            Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama masa berguna hidup. Jumlah yang dapat disusutkan adalah biaya aset, atau jumlah lain yang disubstitusikan untuk biaya, dikurangi nilai sisanya. Setiap bagian dari suatu aset tetap dengan biaya yang signifikan dalam kaitannya dengan total biaya item akan disusutkan secara terpisah. Penyusutan yang dibebankan untuk setiap periode diakui dalam laba rugi kecuali termasuk dalam jumlah tercatat aset lain. Metode penyusutan yang digunakan harus mencerminkan pola di mana masa depan asset manfaat ekonomi diharapkan akan dikonsumsi oleh entitas.
            Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama masa berguna hidup. Jumlah yang dapat disusutkan adalah biaya aset, atau jumlah lain yang disubstitusikan untuk biaya, dikurangi nilai sisanya. Setiap bagian dari suatu aset tetap dengan biaya yang signifikan dalam kaitannya dengan total biaya item akan disusutkan secara terpisah. Penyusutan yang dibebankan untuk setiap periode diakui dalam laba rugi kecuali termasuk dalam jumlah tercatat aset lain. Metode penyusutan yang digunakan harus mencerminkan pola di mana masa depan asset manfaat ekonomi diharapkan akan dikonsumsi oleh entitas.
Menggunakan Metode pengukuran garis – lurus.
Metode ini mempertimbangkan penyusutan sebagai fungsi dari waktu, bukan dari fungsi penggunaan. Metode ini telah digunakan secara luas dalam praktek karena kemudahannya. Prosedur garis-lurus secara konseptual seringkali juga merupakan prosedur penyusutan yang paling sesuai.
Contoh soal, misalnya : mesin dengan harga perolehan Rp 600.000,00, taksiran nilai sisa ( residu ) sebesar Rp 40.000,00 dan umurnya ditaksir selama 4 tahun.
Depresiasi tiap tahun dihitung sebagai berikut :
Depresiasi        =          HP – NS
                                           n      
=          Rp 600.000,00 – Rp 40.000,00
                              4
=          Rp  140.000,00
Keterangan :
HP       =          Harga Perolahan (cost)
NS       =          Nilai Sisa ( residu )
n          =          Taksiran umur kegunaan
Jika disusun dalam bentuk tabel, maka perhitungan depresiasi dan akumulasi depresiasi dari mesin dimuka adalah sebagai berikut :
Tabel Depresiasi – Metode Garis Lurus
Akhir Tahun ke
Debit Depresiasi
Kredit Akumulasi Depresiasi
Total Akumulasi Depresiasi
Nilai Buku Aktiva
1
Rp 140.000,00
Rp 140.000,00
Rp 140.000,00
Rp 600.000,00 
Rp 460.000,00
2
Rp 140.000,00
Rp 140.000,00
Rp 280.000,00
Rp 320.000,00
3
Rp 140.000,00
Rp 140.000,00
Rp 420.000,00
Rp 180.000,00
4
Rp 140.000,00
Rp 140.000,00
Rp 560.000,00
Rp  40.000,00

Rp 560.000,00
Rp 560.000,00




D.    MASALAH AKUNTANSI DALAM PROPERTI, PABRIK, DAN PERALATAN DAN ASET TAK BERWUJUD
1.       Masalah untuk akuntansi atas aset tetap
            adalah pengakuan aset, penentuan jumlah tercatat dan penyusutan biaya dan kerugian penurunan nilai harus diakui dalam kaitannya dengan mereka.
2.      Masalah akuntansi aktiva tidak berwujud tidak banyak berbeda dengan masalah akuntansi aktiva tetap. Masalah tersebut adalah masalah harga perolehan, alokasi harga perolehan (amortisasi) dan pemberhentiannya.
            Harga perolehan aktiva tidak berwujud meliputi semua biaya yang terjadi dalam rangka memperoleh aktiva tersebut. Bila aktiva diperoleh dengan dikembangkan sendiri maka harga perolehannya adalah semua pengeluaran yang terjadi dalam rangka pengembangan aktiva yangbersangkutan. Bila diperoleh dengan pembelian maka unsure hargaperolehan dapat berupa: harga yang dibayar kepada penjual, biaya-biayatambahan untuk mendapatkannya, seperti: biaya notaris dan biayaadministrasi, biaya percobaan dan lain sebagainya.
            Amortisasi terhadap aktiva tidak berwujud harus dilakukan secara sistematis selama manfaatnya. Untuk yang tidak terbatas masa manfaatnya dapat diamortisasikan dengan pertimbangan yang layak. Dalam keadaan tertentu amortisasi dapat dipercepat. Bahkan bila terbukti tidak bermanfaat lagi aktiva berwujud yang bersangkutan harus dihapuskan sekaligus.
Amortisasi aktiva tetap tidak berwujud dilakukan dengan mendebit rekening biaya dan mengkredit rekening aktiva yang bersangkutan atau rekening akumulasi amortisasi



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
                        Aset tidak lancar, merupakan aset yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa,untuk disewakan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administrative; dan Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
                        Pengkuan, pengukuran awal properti, pabrik, dan peralatan dan aset tidak berwujud: Pengukuran pada saat pengakuan: Komponen properti, pabrik, dan kantor yang memenuhi persyaratan untuk diakui sebagai aset tetap harus diukur pada biaya. Pengukuran setelah pengakuan: Sebuah entitas harus memilih antara model biaya atau
model revaluasi sebagai kebijakan akuntansi dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh kelas aset dan peralatan.
                        Mengukur penyusutan properti, pabrik, dan peralatan dan aset tidak berwujud menggunakan metode perhitungan garis- lurus. Metode ini mempertimbangkan penyusutan sebagai fungsi dari waktu, bukan dari fungsi penggunaan. Metode ini telah digunakan secara luas dalam praktek karena kemudahannya. Prosedur garis-lurus secara konseptual seringkali juga merupakan prosedur penyusutan yang paling sesuai.
                        Masalah akuntansi dalam properti, pabrik, dan peralatan dan aset tidak berwujud: Masalah untuk akuntansi atas aset  tetapadalah pengakuan aset, penentuan jumlah tercatat dan penyusutan biaya dan kerugian penurunan nilai harus diakui dalam kaitannya dengan mereka, sedangkan masalah untuk akuntansi tidak berwujud adalah masalah harga perolehan, alokasi harga perolehan (amortisasi) dan pemberhentiannya.
DAFTAR PUSTAKA

Santoso, Iman, 2009, Buku Dua Akuntansi Keuangan Menengah, Bandung: PT. Refika Aditama
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, Standar Akuntansi Keuangan, Buku I dan II,  Jakarta: Salemba Empat