TAFSIR,
TA’WIL, dan TARJAMAH AL- QUR’AN
Makalah
Ini Disampaikan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ULUMUL QUR’AN

Dosen
Pengampu :
Dra. Hj. Lilik Noer CHolidah, M. Hi.
OLEH:
FACHRIAL
LAILATUL MAGHFIROH
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH
TINGGI ILMU AGAMA ISLAM (STAI-BA)
TAHUN
AKADEMIK 2011/ 2012
BAB 1
PENDAHULUAN
Al-
quran adalah wahyu islam dan islam adalah agama Allah yang di fardlukan.
Pengetahuan tentang pokok-pokok dan dasar-dasar islam tidak akan tercapai jika
al- quran itu dipahami dengan bahasanya. Maka arus penaklukan islam pun
mengembang kepada bahasa- bahasa lain non arab, sehingga bahasa- bahasa itu di
arabkan dengan islam. Adalah suatu kewajiban bagi setiap orang bagi setiap
orang yang masuk ke dalam naungan agama baru ini, untuk menyambutnya dalam
bahasa kitabnya secara lahir dan batin sehingga ia dapat menjalankan kewajiban-
kewajibanya, dan terjemahan quran tidak diperlukan lagi baginya selama quran
itu telah diterjemahkan bahasa dan kearabannya menjadi keimanan dan keislaman.
Quranul
karim adalah sumber tasyri’ pertama bagi umat Muhammad. Dan kebahagian mereka
tergantung pada pemahaman ma’nanya, pengetahuan rahasia- rahasianya dan
pengalaman apa yang terkandung di dalamnya. Kemampuan setiap orang dalam
memahami lafadz dan ungkapan quran tidaklah sama, padahal penjelasannya
sedemikian gamblang dan ayat- ayatnya pun sedemikian rinci. Maka tidaklah
mengherankan jika Quran mendapatkan perhatian besar dari umatnya melalui
pengkajian intensif terutama dalam rangka menafsirkan kata- kata ghorib ( aneh,
ganjil ) atau mentakwilkan tarkib ( susunan kalimat ).
BAB 11
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tafsir, Ta’wi, dan Tarjamah
A.1. Tafsir
Secara etimologi kata tafsir dalam bahasa arab
berarti al-idlah (penjelasan) atau al-tabyin (keterangan).[1]
Kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti
keterangan atau uraian.[2]
Al-jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut pengertian bahasa adalah
al-kasyf wa al-izhar yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan.[3]
Tafsir secara bahasa mengikuti wazan ”taf’il”, berasal dari akar kata al-fasr
(f, s, r) yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakan atau menerangkan
makna yang abstrak. Dalam lisanul ’arab dinyatakan: kata ”al-fasr” berarti
menyingkapi sesuatu yang tertutup, sedang kata ”at-tarsir” berarti menyingkapi
maksud sesuatu lafaz yang musykil, pelik.[4]
Sebagian ulama’ ada yang mengatakan, bahwa kata tafsir adalah kata kerja
terbalik dari kata safara yang juga dapat berarti menyingkapkan.[5]
Secara bahasa kata Tafsir ( تفســير ) berasal dari kata فَسَّرَ yang mengandung arti: menjelaskan,
menyingkap dan menampak-kan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata الفســر
berarti menyingkapkan sesuatu yang tertutup.[6]
Menurut
istilah, Tafsir
berarti Ilmu untuk mengetahui kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammas
Saw. dan penjelasan maknanya serta pengambilan hukum dan makna-maknanya.[7]
Tafsir adalah Ilmu yang membahas tentang Al-Quranul-Kariem dari segi
pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia.[8]
Adapun tentang pengertian tafsir berdasarkan
istilah, para ulama banyak memberikan komentar antara lain sebagai berikut :
- Menrut Al-Kilabi
Tafsir adalah penjelasan Al-Qur’an dengan
menerangkan makna dari tujuan (isyarat).
2.
Menurut
Syekh Al-Jazari
Tafsir adalah hakekatnya menjelaskan lafazh
yang sukar difahami dengan jalan mengemukakan salah satu lafazh yang bersinonim
(mendekati) dengan lafazh tersebut
3.
Menurut
abu Hayyan
Tafsir adalah ilmu yang mengenai cara
pengucapan lafazh Al-Qur’an serta cara mengungkapkan petunjuk kandungan hukum
dan makna yang terkandung didalamnya.
4.
Menurut
Az-Zarkasyi
Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk
memahami dan menjelaskan makna-makna Al-Qur’an yang diturunkan pada pada nabi
Muhammad SAW, serta mengumpulkan kandungan dan hukum dan hikmahnya.
Berdasarkan
beberapa rumusan tafsir yang dikemukakan para ulama tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa tafsir adalah suatu hasil yang tanggapan dan penalaran manusia
untuk menyikapi nilai-nilai samawi yang terdapt didalam Al-Qur’an.
A.2.
Ta’wil
Secara
etimologi, menurut sebagian ulama’, kata ta’wil memiliki makna yang sama dengan
tafsir, yakni ”menerangkan” dan ”menjelaskan”.[9]
Ta’wil berasal dari kata ”aul ”. Kata tersebut dapat berarti: pertama, al-ruju’
(kembali, mengembalikan) yakni, mengembalikan makna pada proporsi yang
sesungguhnya. Kedua, al-shaf (memalingkan) yakni memalingkan suatu lafal yang
mempunyai sifat khusus dari makna lahir kepada makna batin lafal itu sendiri
karena ada ketepatan atau kecocokan dan keserasian dengan maksud yang dituju.
Ketiga, al-siyasah (mensiasati) yakni, bahwa lafal-lafal atau kalimat-kalimat
tertentu yang mempunyai sifat khusus memerlukan ”siasat” yang tepat untuk
menemukan makna yang dimaksud. Untuk itu diperlukan ilmu yang luas dan
mendalam.[10]
Adapun mengenai arti takwil menurut istilah
banyak para ulama memberikan pendapatnya antara lain sebagai berikut ini :
- Menurut Al-Jurzzani
Memalingkan suatu lafazh dari makna d’zamirnya
terhadap makna yang dikandungnya apabila makna alternative yang dipandang
sesuai dengan ketentuan Al-kitab dan As-sunnah.
2.
Menurut
defenisi lain
Takwil adalah mengenbalikan sesuatu kepada
ghayahnya (tujuannya) yakni menerangkan apa yang dimaksud.
3.
Menurut
Ulama Salaf
1). Menafsirkan dan mejelaskan makna suatu
ungkapan baik yang bersesuaian dengan makna ataupun bertentangan.
2). Hakekat yang sebenarnya yang dikehendaki
suatu ungkapan.
4.
Menurut
Khalaf
Mengalihkan suatu lafazh dari maknanya yang
rajin kepada makna yang marjun karena ada indikasi untuk itu.
Pengertian takwil menurut istilah adalah suatu
usaha untuk memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Qur’an melalui pendekatan
pemahaman arti yang dikandung oleh lafazh itu.
A.3.
Tarjamah
Arti
terjemah menurut bahasa adalah salinan dari suatu bahasa kebahasa lain atau
mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa kebahasa lain.[11]
Menurut muhammad husayn al-Dzahabi, salah seorang pakar dan ahli ilmu al-Qur’an
dari Universitas Azhar, Kairo, Mesir, kata tarjamah lazim digunakan untuk dua
macam pengertian, yaitu:
a).Mengalihkan atau memindahkan suatu
pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa lainnya tanpa menerangkan makna dari
bahasa asal yang diterjemahkan.
b).Menafsirkan suatu pembicaraan dengan menerangkan maksud yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan bahasa yang lain.
b).Menafsirkan suatu pembicaraan dengan menerangkan maksud yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan bahasa yang lain.
Arti
terjemah menurut bahasa adalah susunan dari suatu bahasa kebahasa atau
mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa lain kesuatu bahasa
lain.
Secara terminologi kata ”terjemah” dapat
dipergunakan pada dua arti:
1)Terjemah
harfiyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz
yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa
kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama
2)Terjemah
tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan
bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau
memperhatikan susunan kalimatnya.[12]
B.
Perbedaan Tafsir, Ta’wil, dan Tarjamah
B.1. Perbedaan
Tafsir dan Tarjamah
a)Bahasa tafsir dalam prakteknya selalu
terdapat keterkaitan dengan bahasa aslinya. Selain itu, dalam tafsir tidak
terjadi peralihan bahasa, sebagaimana lazimnya dalam terjemah. Pada terjemah
yang terjadi atau dilakukan adalah peralihan bahasa, yakni dari bahasa pertama
atau yang asli ke bahasa kedua atau terjemah.
b)Dalam tafsir yang diutamakan adalah
menyampaikan penjelasan dan pesan dari bahasa aslinya yang pertama. Sedangkan
pada terjemah tidak terdapat istithrad, yakni memperluas uraian melebihi kadar
mencari padanan kata. Dalam terjemah terutama harfiah, makna yang diungkap
tidak lebih dari sekedar mengganti bahasa.
c)Dalam bahasa tafsir yang menjadi pokok
perhatian adalah tercapainya penjelasan tepat sasaran baik secara global maupun
secara terinci. Tidak demikian halnya dengan terjemah. Ia pada lazimnya
mengandung tuntutan terpenuhinya semua makna yang dikehendaki oleh bahasa
pertama.[13]
Dengan memperhatikan pernyataan-pernyataan di atas, maka dapat dikatakan bahwa antara tafsir dengan terjemah (baik tafsiriyah maupun harfiyah) tersdapat perbedaan yang cukup jelas. Khusus dalam hubungannya dengan upaya pemahaman terhadap kandungan al-Qur’an, keterangan melalui terjemahnya tentu tidak akan dapat memberikan kejelasan yang memadai.[14]
B.2. Perbedaan tafsir dengan ta’wil
Dengan memperhatikan pernyataan-pernyataan di atas, maka dapat dikatakan bahwa antara tafsir dengan terjemah (baik tafsiriyah maupun harfiyah) tersdapat perbedaan yang cukup jelas. Khusus dalam hubungannya dengan upaya pemahaman terhadap kandungan al-Qur’an, keterangan melalui terjemahnya tentu tidak akan dapat memberikan kejelasan yang memadai.[14]
B.2. Perbedaan tafsir dengan ta’wil
mengenai perbedaan tafsir dan ta’wil tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut ini:[15]
Tafsir
•Pemakaiannya banyak terdapat pada lafal-lafal dan leksikologi (mufradat).
Tafsir
•Pemakaiannya banyak terdapat pada lafal-lafal dan leksikologi (mufradat).
•Jelas diterangkan dalam al-Qur’an dan
hadits-hadits shahih.
•Banyak berhubungan dengan riwayat.
•Digunakan dalam ayat-ayat muhkamat (jelas,
terang).
•Bersifat menerangkan petunjuk yang
dikehendaki.
Ta’wil
•Penggunaannya lebih banyak pada makna-makna dan susunan kalimanat.
•Penggunaannya lebih banyak pada makna-makna dan susunan kalimanat.
•Kebanyakan diistimbatkan oleh para ’ulama.
•Lebih banyak berhubungan dengan dirayah
(nalar, aqliy).
•Digunakan dalam ayat-ayat mustasyibihat
(samar, samar tidak jelas).
•Menerangkan hakikat yang dikehendaki.
C.
Klasifikasi Tafsir bi al- Ma’tsur dan bi al-
Ro’yi
C.1. Tafsir bi
al-Ma’tsur
Tafsir bi al-ma’tsur meruakan istilah lain dari
tafsir bi al-riwayah dan atau tafsir bi al-mangul.[16]
Tafsir bi al-ma’tsur yaitu menafsirkan Qur’an dengan Qur’an, dengan sunnah
karena berfungsi menjelaskan kitabullah.[17]
Ada empat otoritas yang menjadi sumber penafsiran bi al-ma’tsur.
Pertama, al-Qur’an
sendiri yang dipandang sebagai penafsiran terbaik terhadap al-Qur’an.
Umpamanya, penafsiaran kata muttaqin pada surat al-Imran (3) ayat 133 dengan
menggunakan kandungan ayat berikutnya.
Kedua, hadist nabi
yang me,amg berfungsi sebagai penjelas (mubayyin) al-Qur’an. Umpamanya,
penafsiran nabi terhadap kata ’al-zulm’ pada surat al-An’am (6).
Ketiga, penjelasan
sahabat yang dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui al-Qur’an.
Umpamanya, penafsiran ibnu Abbas (68/687) terhadap kandungan surat An-nashr
dengan kedekatan waktu kewafatan nabi.
Keempat, penjelasan
Tabi’in yang dianggap sebagai orang yang bertemu langsung dengan sahabat.[18]
C.2. Tafsir bi
al-Ra’yi
Tafsir bi al-ra’yi ialah tafsir yang di dalam
menjelaskan maknanya mufasir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan
penyimpulan (istinbat) yang didasarkan pada ra’yu semata. Tidak termasuk ini
pemahaman (terhadap Qur’an) yang sesuai dengan roh syari’at dan bukti-bukti
akan membawa penyimpangan terhadap Kitabullah.
Menafsirkan Qur’an dengan ra’yu dan ijtihad
semata tanpa ada dasar yang sahih adalah haram, tidak boleh dilakukan. Allah
berfirman:
”dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (al-Isra’
[17]:36).
Oleh karena itu, golongan salaf berkeberatan,
enggan, untuk menafsirkan Qur’an dengan sesuatu yang tidak mereka ketahui.[19]
D.Hukum Tafsir bi al-Ma’tsur dan
Tafsir bi ar-Ra’yi
D.1.
Hukum Tafsir bi al-Ma’tsur
Tafsir
Bi Al-Ma’tsur wajib untuk mengikuti dan diambil karena terjaga dari
penyelewengan makna kitabullah.
D.2.
Hukum Tafsir bi ar-Ra’yi
Tafsir
banyak dilakukan oleh ahli bid’ah yang menyakini pemikiran tertentu kemudian
membawa lafazh-lafazh Al-Qur’an kepada pemikiran mereka tanpa ada pendahuluan
dari kalangan sahabat. Tafsir berlandaskan pokok-pokok pemikiran mereka yang
sesat, sering penafsiran Al-Qur’an dianggap dengan akal semata, maka hukumnya
adalah haram sebagai mana firman Allah:
“ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (Q.S. Al-Isro’ : 36)
Dari
uraian yang telah dijelaskan diatas bahwa tafsir, takwil dan terjemah banyak
mengandung pengertian dari para ulama berdasarkan tujuan dari tafsir, takwil
dan terjemah adalah sebagai penjelasan yang terkandung dalam Al-qur’an.
BAB 111
KESIMPULAN
Tafsir adalah penjelasan terhadap makna lahiriah dari ayat Alquran yang
penegrtiannya secara tegas menyatakan maksud yang dikehendaki oleh Allah.
Ta’wil adalah pengertian yang tersirat yang diistimbathkan dari ayat
Alquran berdasarkan alasan-alasan tertentu.
Tarjamah ada 2, yaitu: tarjamah lahiriyah dan tarjamah tafsiriyah.
Perbedaan
tafsir, ta’wil, dan tarjamah:
Adapun
perbedaan tafsir, takwil dan terjemah, yaitu:
1. Tafsir.
Menerangkan makna lafazh yang telah diterima
selama satu hari, selain itu juga menetapkan apa yang dikehendaki ayat yang
dikehendaki Allah SWT.
2.
Takwil
- Menetapkan makna yang dikehendaki suatu
lafazh yang dapat menerima banyak makna karena didukung oleh dalil.
- Mengoleksi salah satu makna yang mungkin
diterima oleh suatu ayat tanpa menyakinkan bahwa itulah yang dikehendaki Allah
SWT serta menafsirkan batin lafazh.
3.
Terjemah
Mengalihkan bahasa Al-Qur’an yang berasal dari
bahasa arab kedalam bahasa non arab.
Klasifikasi
tafsir bi al- ma’stur dan tafsir bi ar-ro’yi:
1.
Tafsir bi al- ma’stur
-
al-Qur’an sendiri yang dipandang sebagai
penafsiran terbaik terhadap al-Qur’an.
-
hadist nabi yang me,amg berfungsi sebagai
penjelas (mubayyin) al-Qur’an.
-
penjelasan sahabat yang dipandang sebagai orang
yang banyak mengetahui al-Qur’an.
-
penjelasan Tabi’in yang dianggap sebagai orang
yang bertemu langsung dengan sahabat.
2.
Tafsir bi ar- ro’yi
Tafsir bi al-ra’yi ialah tafsir yang di dalam
menjelaskan maknanya mufasir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan
penyimpulan (istinbat) yang didasarkan pada ra’yu semata.
Hukum
tafsir bi al- ma’stur dan tafsir bi ar- ro’yi.
Tafsir
Bi Al-Ma’tsur wajib untuk mengikuti dan diambil karena terjaga dari
penyelewengan makna kitabullah.
Tafsir
berlandaskan pokok-pokok pemikiran mereka yang sesat, sering penafsiran
Al-Qur’an dianggap dengan akal semata, maka hukumnya adalah haram.
DAFTAR PUSTAKA
Ali
al-Shabuniy, Muhammad. 1970. al-Tibyan fi ‘ulumul al-Qur’an. Beirut: Dar
al-Irsyad.
Rosihon
Anwar. 2000. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
Al-jurjani,
al-Ta’rifat, ath-Thaba’ah wa an-Nasyr wa at-Tauzi, Jeddah
Manna
Khalil al-Qattan. Mudzakir. 2009. Studi Ilmi-Ilmu Qur’an. Bogor: Pustaka Litera
Antarnusa.
Usman. 2009.
Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Teras.
Muhammad
Ali al-Shabuniy. 1970. al-Tibyan fi ‘ulumul al-Qur’an. Beirut: Dar al-Irsyad.
Poerwadarminta.
1984. Kamus Unun Bahasa Indonesia. jakarta: PN Balai Pustaka.
http://makalah-perkuliah.bTafsir,
Ta’wil dan Tarjamah
logspot.com/2010/12/tafsir-tawil-dan-terjemah-quran.html
http://hanumsyafa.wordpress.com/category/ulumul-quran.html
[1] Muhammad Ali al-Shabuniy, al-Tibyan fi ‘ulumul
al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Irsyad, 1970), h. 37
[2] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka
Setia, 2000), h. 209
[3] Al-jurjani, al-Ta’rifat, ath-Thaba’ah wa
an-Nasyr wa at-Tauzi, jeddah, t.t, h. 63
[4] Manna Khalil al-Qattan, mudzakir, Studi
Ilmi-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2009, cet.12), h. 455
[5]Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras,
2009), h. 311
[6] Al-Qaththan,2007:
455
[7] Az-Zarkasyi,
1972: I, 13
[8] As-Shabuni,
1985: 66
[9] Muhammad Ali al-Shabuniy, al-Tibyan fi ‘ulumul
al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Irsyad, 1970), h. 74
[10] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras,
2009), h. 317
[11] Poerwadarminta, Kamus Unun Bahasa Indonesia,
(jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), h. 1062
[12] Manna Khalil al-Qattan, mudzakir, Studi
Ilmi-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2009, cet.12), h.443
[13] Ibid., h. 334
[14] Ibid., h. 337
[15] Ibid., h. 334
[16] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras,
2009), h. 338
[17] Manna Khalil al-Qattan, mudzakir, Studi
Ilmi-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2009, cet.12), h. 483
[18] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka
Setia, 2000), h. 217
[18]Manna Khalil
al-Qattan, mudzakir, Studi Ilmi-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa,
2009, cet.12), h. 488-489
Tidak ada komentar:
Posting Komentar